Cinta Rasul

Cinta Rasul

Sabtu, 20 Oktober 2012

Coffee Morning Jilid 2

Alhamdulillahirrabbil ‘alamin, segala puji hanya bagi Allah SWT, Tuhan semesta Alam yang selalu melimpahkan nikmat kepada kita, sehingga kita dapat melaksanakan rutinitas sebagai hamba Allah di bumiNya yang luas ini. Shalawat dan salam senantiasa tercurah buat baginda Alam, nabi akhir zaman,Qudwah dan tauladan ummat, Nabi Muhammad SAW, Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala ali Muhammad”. Cintanya yang begitu dalam terbukti melalui perjuangan, pengorbanan, dan kepedulian beliau kepada umatnya. Sukses dalam waktu kurang lebih 23 tahun membawa risalah kebenaran, mengantarkan islam menjadi agama yang terdepan.

Alhamdulillah, acara “Coffee Morning KSMR” ke-2 yang kita adakan pada hari Jum’at tangal 19 Oktober 2012, pukul 8.30 WK, berjalan dengan lancar dan sangat antusias, karena dihadiri oleh ketua MUI Provinsi Kepulauan Riau, bapak Tengku H. Azhari Abbas. Acara yang bertema Coffee Morning dan Ramah Tamah Bersama Ketua MUI Prov. Kepri Tengku Azhari abbas ini, dimoderatori oleh saudara Novrinaldi.S.

Acara semakin khidmat saat pak Tengku berbagi  pencerahan dan pengalaman dihadapan mahasiswa Riau-Kepri di Mesir. Ada beberapa maklumat yang beliau sampaikan, diantaranya, "Bahwa kita hidup di dunia ini tentu memiliki prinsip, prinsip dasar kita sebagai seorang muslim adalah bahagia di dunia dan di akhirat, ini yang telah Allah sampaiakn dalam firmanNya “Rabbana atina fid dunya hasanah wa fil akhirati hasanah waqina ‘azdabannar” (Al-Baqarah; 201) dan ayat ini juga sering menjadi kalimat penutup di setiap akhir do’a kita. Dari prinsip dasar ini kemudian kita dapat memperluas makna yang terkandung didalamnya. Untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat kita dapat menempuh berbagai cara yang telah digariskan dan diridhai oleh Allah SWT". 

Pembicaraan pagi itu kita fokuskan untuk membahas komitmen dakwah di daerah kita. "Kepulauan Riau dan Riau merupakan daerah yang memiliki latar belakang yang tidak jauh berbeda, bahkan bisa dibilang sama, karena dulu Kepri dan Riau adalah satau Provinsi yang beribu kota di Pekanbaru. Sekarang Kepri dan Riau dianggap sebagai kota industri, dengan demikian keberadaan kedua provinsi ini menjadi “gula-gula” pemanis bagi yang lain, sehingga tidak heran, dengan daya tarik yang begitu kuat banyak para investor ataupun masyarakat luar berbondong-bondong mendarat di provinsi tersebut. Kedatangan mereka tentu memberikan pengaruh yang sangat besar kepada kita, baik yang bersifat positif terlebih lagi yang bersifat negatif.

Kita tentu tidak menginginkan hal negatif dapat tumbuh dan berkembang di daerah kita, untuk mengatasi hal tersebut, tugas kita sebagai mahasiswa agama adalah mempersiapkan diri dengan semaksimal mungkin di negeri para nabi ini sebelum kita kembali ke tanah air. Ini menjadi PR bagi kita bersama, bagaimna kita bisa menjawab ribuan pertanyaan yang akan dilayangkan oleh masyarakat nantinya?  Kemudian, bagaimna kita masuk dan merubah stigma negatif yang berkembang di tengah masyarakat? bagaimna kita meluruskan dan mengarahkan masyarkat ke jalur yang tepat dan benar? Ini semua harus kita persiapkan dari sekarang, karena tugas kita ketika kembali nanti tidak lain adalah sebagi da’i, penyeru kepada kebaikan. 

Untuk menangani hal tersebut, ada pesan sederhana yang sangat bermakna yang telah Allah paparkan melalui  firmanNya dalam surah Maryam ayat 12-14. pesan pertama; Di awal ayat 12, seolah Allah SWT memerintahkan kita untuk menjadi seorang yang kutu buku (Rajin membaca). Dalam surah lain tepatnya pada surah Al-Alaq  Allah berfirman, “Iqra” bacalah !.  Ayat yang pertama kali turun adalah perintah untuk membaca. Ini menandakan bahwa untuk mendaptkan ilmu kita harus banyak membaca dan belajr. Bagaimana seseorang bisa berwawasan luas, jika ia tidak banyak membaca.  

Kedua, pesan yang terdapat dalam kandungan surah Maryam adalah; Menagajarkan kita arti sebuah ketekunan (Ulet, rajin dan sungguh-sungguh). Mayoritas kita adalah mahasiswa (status elit dalam strata sosial). Sebagai seorang Thalibul ‘ilmi kesungguhan harus menjadi modal utama,  karena dengan ksungguhan tersebut akan melahirkan keberhasilan. Sejauh mana kesungguhan seseorang dalam berusaha, maka hasilnya juga insya Allah sebanding dengan kesungguhannya. Perjalanan (menuntut ilmu) yang kita lakukan sekarang adalah bukti dari keseriusan dan kesungguhan kita untuk mendalami agama Allah, maka kesungguhan itu seharusnya lebih dioptimalkan lagi dengan cara; tidak menyia-nyiakan waktu dan kesempatan yang ada selama berada di negeri para nabi ini (Mesir), sehingga ketika kita kembali ke tanah air nanti, kita benar–benar siap dengan seluruh kemampuan yang sudah kita miliki.

Selanjutnya, pesan yang ketiga adalah; Mengajarkan kita untuk menjadi orang yang berilmu. 2 kriteria diatas menjadi faktor terpenting dalam keilmuan seseorang. Ilmu tidak akan didaptkan tanpa  dipelajari (membaca, menjadi kutu buku) dan ditekuni. Keduanya tidak bisa dipisahkan. Kapabelitas seseoarang akan terlihat dari kemampuan dan keilmuannya, demikian juga dengan harkat dan martabatnya. Dengan Ilmu harkat dan martabat seseorang menjadi mulia baik dimata manusia terlebih lagi di sisi Allah SWT. Itu sebabnya sangat jauh berbeda antara orang yang tidak berilmu dengan orang yang berilmu, karena dengan ilmu lah kita dapat mengetahui antara yang benar dan yang salah, demikian juga sebaliknya, kebodohan dapat membawa kepada kesesatan. Pertanyaannya sekarang adalah, sudah seberapa dalam dan tajam keilmuan kita..?? jika para da’i yang bertugas menyampaikan agama ini tidak memiliki keilmuan yang mapan, kira-kira apa yang akan terjadi dengan umat ini (Islam)..??  saya yakin anda semua bisa menjawabnya sendiri.

Keempat; Memberikan pesan kepada kita untuk bersikap “santun”. Bagaimana seorang da’i bersikap  santun dalam menyampaikan ilmunya. Inilah dakwah, semestinya da’i dapat menjadi pencerah bagi masyarakat bukan justru meresahkan masyarakat. Fenomena seprti ini mungkin sering terjadi di daerah kita, tak jarang sebagian da’i dengan tujuan yang benar justru berujung fatal, karena salah jalan/ metode dalam menyampaikannya.  Tugas menyampaikan kabar gembira (risalah Rasulullah saw) tentu harus disampaikn dengan cara yang menggembirakan pula sehingga dapat diterima oleh masyarakat dan khalayak ramai.

Yang kelima; Berhati dan berjiwa “Bersih” (suci). Islam adalah agama yang memiliki alat pembersih, karena setiap manuisa lahir dalam keadaan suci (Islam), maka orangtuanya lah yang akan menentukan anak tersebut menjadi nasrani atau majusi. Ajaran islam adalah ajaran yang diformat secara sempurna untuk menata kehidupan umat. Untuk mensucikan jiwa, islam mendidik kita melalui shalat, “Innas shalata tanha ‘anil fahsyai wal munkar” shalat dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar.  Islam mengajarkan kita berpuasa untuk membersihkan hati dan jasmani, islam juga mendidik kita untuk menunaikan zakat sebagai bentuk pembersihan dan pensucian diri, dan masih banyak lagi cara lain yang dapat membersihkan hati dan jiwa kita. 

Kemudian pesan yang keenam dari kandungan surah Maryam adalah; Mendidik kita untuk “Birrul walidain” berbuat baik kepada kedua orang tua. Ini sudah menjadi sebuah kelaziman bagi kita untuk berbuat baik kepada kedua orang tua. Sebagai bentuk dari birrul walidain kita adalah menjadi putra putrinya  yang shaleh dan shalihah, patuh dan taat kepada mereka. Kedudukan anak yang shaleh ini dapat menjadi ladang amal bagi orang tua diakhirat kelak, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadist Rasulullah SAW, 3 amalan manusia yang tidak akan terputus sampai hari akhir nanti, diantaranya adalah “waladun shalihun yad’u lahu” anak yang shaleh yang selalu mendo’akan orang tuanya. 

Dan yang ketujuh (terakhir) adalah; “wa lam yakun jabbaran ‘asiyya” jangan menjadi hamba yang angkuh (takbbur/ sombong). Sombong bukan pakaian makhluk yang lemah seprti kita. Kemahabesaran Allah menutupi segala kekuasaan dan kekuatan manusia, tidak ada yang lebih darinya. Bersikaplah seperti biasa saja, walaupun orang tau anda adalah kaum terpelajar lulusan Al-Azhar. Pengabdian kepada ummat tidak dilihat dari mana titel yang anda dapatkan, tapi sejauh mana anda bermanfaat untuk mereka, untuk itu tidak ada yang perlu dibanggakan dengan gelar, kedudukan, harta dan jabatan, karena semua hanya pemberian dan titipan yang harus disyukuri dan dijaga dengan sebaik-baiknya. Jika sifat takbbur sudah melekat pada diri manusia maka sungguh ia termasuk kepada golongan orang-orang yang durhaka. Na’udzubillah, mari kita bersihkan hati, seraya memohon ampun dan berdoa kepada Allah SWT agar dijauhkan dari sifat takabbur". Amin.

Itulah beberapa pesan singkat yang terdapat di dalam surah Maryam ayat 12-14 yang disampaikan oleh KH Azhari Abbas selaku ketua MUI Prov. Kepri, pada acara Ramah tamah di Rumah Riau, jum’at pagi tadi. Mengakhiri pembicaraannya, lagi-lagi beliau berpesan kepada kita semua mahasiswa Riau-Kepri yang sedang menuntut ilmu di Mesir ini, untuk memahami dan menyadari betul PR dan tanggung jawab kita sebagai Mahasiswa dan da'i, tentunya dengan mempersiapkan bekal semaksimal mungkin sebelum kembali dan berkiprah di daerah nantinya.  

Wallahu a’lam bis shawab.....


Syafni Agmal
19 Oktober 2012
Rumah Riau, H-9 Nasr City, Cairo

Senin, 01 Oktober 2012

Peran dan Tantangan Alumni Mesir di Riau

"Coffee Moring KSMR". Ini adalah program terbaru KSMR (Kelompok Studi Mahasiswa Riau-Mesir) periode 2012-2013. Program ini dikemas dalam bentuk bincang santai dengan tujuan untuk saling sharing ide demi kemajuan KSMR dan Riau ke depannya. Disamping itu, program ini juga bertujuan untuk membahas masalah-masalah kekinian, terutama yang berasal dari daerah tempat tinggal kita (Riau-Kepri). Coffee morning ini juga merupakan wadah silaturahim antara warga KSMR yang ada di Mesir. Sehingga diharapkan dengan adanya program Coffee Morning ini, kami (Mahasiswa Riau yang sedang menuntut ilmu di Mesir) dapat memberikan kontribusi positif bagi Riau nantinya.

Menjadi Moderator Dalam Acara Coffee Morning
Coffee Morning KSMR 29/09/2012 berbicara seputar "Peran dan Tantangan Alumni Mesir di Indonesia (Riau)".
Dari tema di atas, ada 2 kata kunci yang menjadi pembahasan utama kami. Pertama kata “Peran” dan yang kedua adalah kata “Tantangan”.

1. Peran

Peranan seseorang dapat menjadi penentu (hasil akhir) sebuah perjuangan. Ketika peran tersebut  dimainkan oleh orang-orang yang ahli dalam bidangnya, kemudian ia lakukan sesuai dengan perannya, maka akan menorehkan hasil yang maksimal. Begitu juga dengan dakwah ini. ketika dakwah dihandle oleh da’i yang mapan (baik secara ilmu dan amal) maka insya Allah hasilnya juga akan maksimal.

Sebelum kita membahas lebih jauh tentang peranan penting alumni Mesir di Indonesia terkhusus di daerah Riau dan Kepri, ada baiknya kita sedikit memahami apa dan seberapa penting  status kita sebagai mahasiswa?

Status kita sebagai mahasiswa (Thullabul ‘ilmi) memiliki 3 keistimewaan. Pertama, ditinjau dari segi agama, Thalibul ‘ilmi, mahasiswa (yang memperdalam ilmu agama) disamakan dengan pejuang Allah di medan jihad. Hal ini dijelaskan oleh Allah swt  dalam sebuah firmanNya “Falau la nafara min kulli firqatin minhum thaifatun liyatafaqqahu fiddin” (At-Taubah, 122) ayat ini sejalan dengan ayat  yang lainnya “Infiru khifafan wa stiqalan, wa jahidu bi amwalikum wa anfusikum”  (At-Taubah, 41).

Kedua, keutaman bagi seorang mahasiswa/ penuntut ilmu, diberikan jaminan kemudahan jalan menuju syurga. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw. “Man salaka tariqan yaltamisu fihi ‘ilman sahhalallahu lahu tariqan ilal jannah” barang siapa yang menuntu ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju syurga. Ini menandakan bahwa posisi yang sedang kita jalani ini memiliki kemuliyaan di sisi Allah swt, sehingga Rasul langsung memberikan jaminan kemudahan menuju syurga kepada para penuntut ilmu.

Yang ketiga, dari sisi sosial, mahasiswa adalah status elit yang kita sandang dan tidak ada status akademis diatas Mahasiswa. Status mahasiswa yang kita jalani saat ini menjadi daya jual yang tidak bisa dipungkiri untuk menjadi orang yang multi fungsi alias serba bisa di tengah-tengah masyarakat.

Dengan3 keistimewaan tersebut semestinya dapat memberikan kesadaran kepada kita, bahwa kita adalah manusia penting, “Agent of change” agen perubahan menuju peradaban yang lebih maju. Ketika kita sudah benar-benar memahami status kita saat ini, maka kita dapat memperbaiki diri dari segala kekurangan yang ada, sehingga kita bisa melejitkan potensi diri sebagai bekal untuk memainkan peranan penting di masyarakat nanti.

Lantas “Apa peranan penting kita ketika kembali ke tanah air nanti?”.

Kehadiran kita untuk menuntut ilmu di bumi para Nabi ini, menjadi nilai lebih di mata masyarakat, karena kita adalah harapan yang akan membangun negeri ketika pulang ke daerah nanti. Ada pesan menarik yang dititipkan kepada kita “Nahnu Ad Du'aat qabla kulli syai”  kita adalah da’I, penyeru dan titel ini ada dipundak kita sebelum kita menjadi apapun. Sebelum menjadi PNS, menjadi Anggota Dewan atau Bisnisman, yang jelas kita adalah da’i atau penyeru kebaikan bagi siapa saja yang ada disekeliling kita.

Dengan demikian kita tidak dapat memungkiri bahwa peranan yang sangat penting bagi para alumni Mesir  khususnya dan timur tengah pada umumnya adalah seoarang da’i atau berdakwah. Dakwah dalam hal ini memiliki makna yang sangat luas, tidak hanya berdiri di mimbar memberikan ceramah, tidak hanya duduk di majlis ta’lim menyampaikan pengajian, akan tetapi mencakup dari segala macam segi kehidupan. Boleh-boleh saja sebagai seorang alumi mesir menjadi bisnisman, duduk di meja dewan dan pemerintahan,  atau menjadi jurnalis propesional, akan tetapi tetap ia harus menjadi da’i penyeru terhadap kebaikan. Artinya adalah keberadaan mereka di posisi-posisi tersebut menjadi tauladan dan membawa pencerahan bagi yang lainnya.

2. Tantangan

Hal tersebut tentu sering kita alami, sebagai manusia kita tidak pernah lepas dari yang namanya tantangan atau cobaan hidup. Tidak hanya sebagai seorang alumni mesir saja, akan tetapi  setiap individu juga memilliki tantangan hidup masing-masing.

Tantangan seperti apa yang akan kita hadapi ketika berkiprah di daerah nanti?

Ada banyak hal yang dapat mempengaruhi lajunya kiprah kita sebagai alumni di tanah air nanti. Diantaranya adalah perbedaan idiologi.  Benturan pemahaman atau idiologi  kerap kali terjadi di masyarakat kita, khususnya di daerah-daerah yang tingkat pemahaman masyarakatnya tergolong rendah. Dampaknya dapat menimbulkan perpecahan, pengkotak-kotakan umat dan lain sebagainya, sehingga dapat menghambat kemajuan dan peranan penting kita di daerah tersebut. Oleh karena itu, tugas pertama kita sebagai da’i adalah merubah paradigma berfikir masyarakat terhadap semua itu.

Perbedaan idiolgi atau pemahaman sebenarnya bukanlah hal yang sangat krusial bagi kita untuk tetap bekerja dan berperan penting di  negeri yang kita cintai, karena umat yang terbaik adalah mereka yang selalu menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari kemunkaran. Hal ini sejalan dengan firman Allah “Kuntum khaira ummatin ukhrijat linnas ta’muruna bil ma’ruf wa tanhauna ‘anil munkar” (Ali-Imran, 110). Seandainya sebagai muslim kita telah memahami ini, maka sekat-sekat antara kita akan tiada lagi dan cita-cita persatuan umat akan terwujud.

Tantangan berikutnya berasal dari level elit atau orang yang seprofesi dengan kita. Kita tidak dapat memungkiri bahwa kehadiran kita sedikit banyak nya dapat menimbulkan kesan yang tidak baik bagi segelintir orang di daerah tempat tinggal kita. Mungkin hal ini terjadi hanya di sebagain daerah tempat tinggal kita. Artinya, ini bukanlah tantangan yang sangat besar bagi kita untuk tetap melanjutkan kiprah dakwah di temapt tersebut. Untuk mengatasi hal itu maka disnilah perlu keahlian atau skil kita dalam melakukan pendekatan kepada masyarakat dan tokoh-tokoh terkemuka setempat, karena yang perlu kita sadari adalah untuk mencapai hasil kita butuh proses, waktu serta dukungan dari orang lain.

Tantangan berikutnya yang menjadi penghambat bagi kita adalah, tantangan “Ma’isyah” kehidupan(Faktor ekonomi/keuangan). Tidak sedikit diantara kita, ketika kemabli ke tanah air masih bingung bagaimna untuk mendapatkan penghidupan, sehingga ini terkadang dapat menjadi penghambat kita untuk konsisten di jalan dakwah. Oleh karena itu sebagai seorang  alumni atau da’i harus memilki cipta, karsa dan rasa, untuk menghasilkan penghasilan lain tanpa harus bergantung kepada upah profesinya sebagai seorang da’i, sehingga tidak dapat menghambat kinerja dan niat tulus kita sebagai da’i untuk berkiprah di jalan dakwah.

Mungkin di sisi lain, tantangan “Ma’isyah”  ini juga yang sering membuat alumni kita di Riau berjalan sendiri-sendiri, sehingga waktu yang tersisa untuk sekedar berjumpa atau berkumpul bersama memikirkan peran alumni di Riau sangat sedikit sekali. Hal ini tentunya dapat berpengaruh terhadap kemajuan stabilitas pembangunan di daerah kita.

Sebenanrnya tantangan terberat dalam berkiprah di negeri kita nanti adalah tantangan melawan diri sendiri. Jauh beberapa abad yang silam Rasulullah saw pernah mengatakan kepada para sahabatnya ketika usai perang badar, “Raja’na min jihadil asghar ila jihadil akbar”  kita baru saja menyelesaikan jihad kecil dan akan menuju jihad yang lebih besar lagi, sepontan para sahabat bertanya “jihad apa lagi yang lebih besar dari jihad di perang badar ini ya Rasulullah?”  Rasul menjawab “Jihadunnafsi” jihad melawan hawa nafsu. Untuk melawan tantangan terbesar ini kita butuh kesungguhan dan niat yang kokoh dari diri kita. Sadari betul peran penting yang kita miliki dan lakukan dengan sepenuh hati.

Semua tantangan tersebut insya Allah bisa kita selesaikan jika kita atasi dengan cara yang bijak, kita jalani dengan sabar dan kita lakukan dengan beransur-ansur, lamban tapi kokoh. Insya Allah jika hal ini dapat kita lakukan maka hasil akan terlihat sesuai dengan harapan. Amin.

Informasi terkini

Alhamdulillah tahun ini KSMR telah kedatangan duta negeri penuntut ilmu sebanyak 7 orang dan masih ada sekitar 4 atau 5 orang lagi. Ini kalau kita lihat dan bandingkan dengan daerah-daerah lain seperti Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Aceh dan terkhusus di Sumatera, KSMR juga termasuk salah satu kekeluargaan yang sedikit jumlah anak barunya disetiap tahun. Jika dibandingkan tahun ini saja, Anak Baru Dari Sumatera Barat mencapai 50-an orang dan setiap tahunnya berkisar antara 40-an ke atas. Sangat jauh sekali jika dibandingkan dengan Riau sendiri..

Jika dilihat jumlah pondok pesantren di Riau boleh dibilang sangat banyak. Seandainya bisa mengutus dutanya 2 orang saja per pesantren, kemudian ditraining khusus, sehingga bisa menjalani tes dengan baik dan lulus untuk kuliah ke Al Azhar, maka Riau akan memiliki generasi-generasi islami yang tidak hanya mantap secara keilmuan tapi juga kokoh dalam kepribadian inilah yang kita harapkan.  Sekarang  yang menjadi pertanyaannya adalah apakah minat santriwan/santriwati untuk menyambung studi ke Al Azhar sangat sedikit? atau tidak tau sama sekali jalurnya? atau tidak ada biaya? Waallahua’lam bishawab.

Kalau kita berkaca kepada Daerah-daerah yang kedatangan Mahasiswa Baru yang banyak setiap tahunnya, tidak lain adalah selain minat santriwan/santriwati, juga kerja keras para alumni mereka di tanah air. Sebagai Mahasiswa disini kami hanya bisa berdoa dan berharap serta menanti peran alumni dimanapun berada. Wallahua’lam bishawab.
Rumah Riau-Mesir
1 Oktober 2012

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More